Menentukan skor
Skor adalah hasil pekerjaan menskor yang diperoleh dengan menjumlahkan angka-angka bagi setiap soal tes yang dijawab betul oleh siswa.
Menentukan dalam kamus besar Bahasa Indonesia adalah membuat menjadi tentu (pasti);menetapkan; memastikan: pemerintah yg akan.
Menentukan Skor adalah Menetapkan atau memastikan pekerjaan yang di peroleh dengan menjumlahkan angka-angka bagi setiap soal tes yang dijawab betul oleh siswa.
Menentukan skor pada soal
Menentukan Skor pada soal Essay
Menentukan skor dapat di pilih dari beberapa skala pengukuran, misalnya skala 1-4, 1-10 dan 1-100. Sebaiknya jangan memberikan skor nol. Mulailah skoring dari angka 1. Semakin tinggi skala pengukuran yang digunakan maka hasilnya semakin halus dan akurat. Pemberian skor ini berlaku sama untuk semua nomor soal.
Setelah menetapkan skor langkah selanjutnya adalah menetapkan pembobotan sesuai dengan tingkat kesukaran soal. Sebaiknya gunakan skala 1-10. misalnya soal yang mudah diberi bobot 2, sedang bobotnya 3, dan soal yang sulit bobotnya 5.
Ada juga yang melakukan penilaian lembar jawaban tidak mengikuti cara di atas, dimana setiap soal langsung diberi bobot nilai tanpa mempertimbangkan skala pengukuran. Sehingga skala pengukuran tiap item tidak sama.
untuk lebih jelasnya berikut akan diberikan contoh perhitungan.
No Nomor Soal Nilai Bobot Total Nilai
1 1 3 2 6
2 2 5 5 25
3 3 8 3 24
4 4 6 3 18
5 5 5 3 15
6 6 8 2 16
∑Nilai=35 ∑SK=104
Nilai rata-rata sebelum diberi bobot adalah 35/6 = 5,833
Nilai rata-rata setelah diberi bobot adalah 104/35 = 2,971
Pemberian bobot dalam pengolahan lembar jawaban soal essay sangat penting, karena skor diberikan benar-benar atas dasar kemampuan. Kenyataan juga menunjukkan bahwa setiap item tes tingkat kesukarannya berbeda.
Menentukan skor mentah untuk soal Objektif
Ada dua cara untuk menentukan skor pada bentuk tes objektif:
a. Tanpa Rumus Tebakan (Non-Guessing Formula)
Pemberian skor pada tes objektif pada umumnya digunakan apabila soal belum diketahui tingkat kerumitannya. Untuk soal obyektif bentuk true-false misalnya, setiap item di beri skor maksimal 1 (satu). Apabila test menjawab benar maka diberikan skor 1 dan apabila salah maka diberikan skor 0.
b. Menggunakan Rumus Tebakan (Guessing Formula)
Biasanya rumus ini digunakan apabila soal-soal tes itu pernah di ujicobakan dan dilaksanakan sehingga dapat diketahui tingkat kebenarannya.
Adapun rumus-rumus tebakan sebagai berikut:
• Bentuk Benar-salah (True or False)
S = ΣB- ΣS
Keterangan:
S = skor yang dicari
ΣB = Jumlah Jawaban yang benar
ΣS = Jumlah Jawaban yang Salah
• Bentuk Pilihan Ganda (multiple choice)
s=(∑▒〖B-∑▒S〗)/(n-1)
keterangan:
S = skor yang dicari
ΣB = Jumlah Jawaban yang benar
ΣS = Jumlah Jawaban yang Salah
n = Alternatif jawaban yang disediakan
1 = Bilangan Tetap
B. Acuan Penilaian.
Setelah mendapatkan skor-skor dari pekerjaan peserta didik, maka skor-skor tersebut menjadi dasar penilaian hasil belajar. Penilaian ialah kegiatan memperbandingkan hasil pengukuran (skor) sifat suatu objek dengan acuan yang relevan sedemikian rupa sehingga diperoleh suatu ukuran kualitas. Semakin maju taraf perkembangan peserta didik maka semakin pendek rentang nilai. Ada dua acuan penilaian yaitu Penilaian Acuan Norma (PAN) dan Penilaian Acuan Patokan (PAP).
Penilaian Acuan Norma (PAN)
Penilaian Acuan Norma (Norm Referenced Evaluation) di kenal pula dengan Standar Relatif atau Norma Kelompok. Tes Acuan Norma berasumsi bahwa kemampuan orang itu berbeda dan dapat digambarkan menurut distribusi norma. Perbedaan ini harus di tunjukan oleh hasil pengukuran, misalnya setelah mengikuti kuliah selama satu semester peserta didik di tes. Hasil tes seseorang dibandingkan dengan kelompoknya, sehingga dapat diketahui posisi seseorang. Acuan ini biasanya digunakan pada tes untuk seleksi, karena sesuai dengan tujuannya tes seleksi adalah untuk membedakan kemampuan seseorang dan untuk mengetahui hasil belajar seseorang.
Tujuan penggunaan tes acuan norma biasanya lebih umum dan komprehensif dan meliputi suatu bidang isi dan tugas belajar yang besar. Pada pendekatan acuan norma, standar kinerja yang digunakan bersifat relatif, artinya tingkat kinerja seorang siswa ditetapkan berdasarkan pada posisi relatif dalam kelompoknya. Artinya seorang yang memperoleh nilai di atas rata-rata kelompoknya maka siswa tersebut memperoleh skor yang tinggi, begitu juga sebaliknya. Salah satu keuntungan dari standar relatif ini adalah penempatan skor (kinerja) siswa dilakukan tanpa memandang kesulitan suatu tes secara teliti. Dasar pemikiran dari penggunaan standar PAN adalah adanya asumsi bahwa di setiap populasi yang heterogen terdapat siswa dengan kelompok baik, kelompok sedang dan kelompok kurang.
Contoh “A” acuan norma dalam menentukan nilai siswa:
Dalam kelas matematika, peserta tes terdiri dari 9 orang dengan skor mentah 50, 45, 45, 40, 40, 40, 35, 35, dan 30. Jika menggunakan pendekatan penilaian acuan normal (PAN), maka peserta tes yang mendapat skor tertinggi (50) akan mendapat nilai tertinggi, misalnya 10. sedangkan mereka yang mendapat skor di bawahnya akan mendapat nilai secara proporsional, yaitu 9, 9, 8, 8, 8, 7, 7, 6. Nilai-nilai tersebut diperoleh secara transformasi sebagai berikut :
50/50 x 10=10, 45/50 x 10= 9, 40/50 x 10=8, 35/50 x 10=7, 30/50 x 10=6.
PAN antara lain dimanfaatkan dalam :
Mengklasifikasi siswa dalam kelompoknya.
Menetukan peringkat siswa dalam grupnya.
Menyeleksi siswa berdasar-kan prestasi apa adanya dan pembanding anggota kelompoknya.
PAN digunakan pada :
Tes akhir (sumatif)
Tes seleksi dengan acuan intra kelompok (situasi pada kelompok tersebut)
Tes prognostik, yang bertujuan membuat ramalan (dasar : apabila seseorang menduduki tempat yang sama, semakin tampaklah tingkat kemampuan orang tersebut)
Kekurangan dari penggunaan standar relatif di antaranya adalah:
Dianggap tidak adil
Membuat persaingan yang tidak sehat di antara siswa
Penilaian Acuan Patokan (PAP)
Penilaian Acuan Patokan (criterion referenced evaluation) yang dikenal juga dengan standar mutlak. Penilaian Acuan Patokan berasumsi bahwa hampir semua orang bisa belajar apa saja namun waktunya yang berbeda. Konsekuensi acuan ini adalah adanya program remedi. Penafsiran skor hasil tes selalu dibandingkan dengan kriteria yang telah ditetapkan lebih dahulu. Hasil tes ini di nilai lulus atau tidak. Lulus berarti bisa melakukan, tidak lulus berarti tidak bisa melakukan. Acuan ini banyak digunakan untuk bidang sains dan teknologi serta mata kuliah praktek. Tujuan penggunaan acuan kriteria untuk menyeleksi (secara pasti) status individual mengenai domain perilaku yang ditetapkan/dirumuskan dengan baik. Hal itu dimaksudkan untuk mendapat gambaran yang jelas tentang kinerja peserta tes tanpa memperhatikan bagaimana kinerja tersebut dibandingkan dengan kinerja yang lain.
Dalam pendekatan dengan Acuan Patokan, penentuan tingkatan didasarkan pada skor-skor yang telah ditetapkan sebelumnya dalam bentuk presentasi. Untuk mendapatkan nilai A atau B, seorang siswa harus mendapatkan skor tertentu sesuai dengan batas yang ditentukan tanpa terpengaruh oleh kinerja (skor) yang diperoleh siswa lain dalam kelasnya. Salah satu kelemahan dalam menggunakan standar absolut adalah skor siswa bergantung pada tingkat kesulitan tes yang mereka terima. Artinya apabila tes yang diterima siswa mudah maka para siswa akan mendapat nilai A atau B, dan sebaliknya apabila tes tersebut terlalu sulit untuk diselesaikan maka kemungkinan untuk mendapatkan nilai A atau B akan sangat kecil.
Dalam menginterpretasi skor mentah menjadi nilai dengan menggunakan pendekatan acuan kriteria, maka terlebih dahulu ditentukan kriteria kelulusan dengan batas-batas nilai kelulusan. Umumnya kriteria nilai yang digunakan dalam bentuk rentang skor berikut:
Rentang Skor Nilai
80 – 100 A
70 – 79 B
60 – 69 C
45 – 59 D
<> E
Contoh “B” di bawah ini, mempunyai data yang sama dengan contoh “A”, jika digunakan penilaian acuan Patokan, maka langkah pertama yang dilakukan adalah menetapkan Patokan, misalnya sebagai berikut:
Rentang Skor Nilai
90 – 100 10
80 – 89 9
70 – 79 8
60 – 69 7
50 – 59 6
40 – 49 5
30 – 39 4
20 – 29 3
10 – 19 2
0 – 9 1
Setelah kriteria ditetapkan, langkah berikutnya adalah mengkonversi skor mentah ke nilai. Untuk skor :
50 dikonversi menjadi nilai 6
45 dikonversi menjadi nilai 5
40 dikonversi menjadi nilai 5
35 dikonversi menjadi nilai 4
30 dikonversi menjadi nilai 4
Berikut ini disajikan tabel tentang skor mentah, konversi nilai berdasarkan pendekatan normal dan Patokan:
Tabel. Skor Mentah, Nilai Berdasarkan Pendekatan Normal dan Patokan.
Skor Mentah Nilai Berdasarkan Pendekatan Keterangan
Normal Kriteria
50 10 6
45 9 5
40 8 5
35 7 4
30 6 4
Mencermati tabel di atas, tampak bahwa terjadi perbedaan yang berarti antara informasi yang disajikan oleh kedua pendekatan yang digunakan. Untuk skor 50, seorang siswa akan mendapatkan nilai 10 jika menggunakan pendekatan acuan penilaian normal. Tetapi akan memperoleh nilai 6 jika menggunakan pendekatan acuan penilaian patokan.
PAP antara lain dimanfaatkan dalam :
Penentuan prestasi siswa dalam mencapai tujuan pengajaran.
Menyeleksi siswa atas dasar kualitas prestasi.
Mengukur keefektifan pengajaran (metode, teknik, pemilihan bahan,penggunaan alat, dsb.)
Umpan balik bagi perbaikan pengajaran.
Mengetahui kelamahan/ kesulitan siswa untuk pengajaran remidial.
PAP digunakan pada :
Tes akhir (sumatif)
Tes seleksi dengan acuan diluar kelompok, misalnya patokan tujuan yang harus dicapai (standar tertentu)
Tes formatif (tes pembinaan dalam pengajaran), termasuk tes unit, postes ulangan harian/ formatif.
Tes diagnosis, mengetahui jenis dan penyebab kesulitan belajar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar